Khamis, November 29, 2012

Kelamin

Ada sebuah teater yang belum saya tonton, tapi membaca ulasannya pun sudah cukup mengujakan, dan tentu saja hampir membuat kita mual; tentang China ribuan tahun lampau.

Teater karya Kuo Pao Kun dengan judul Descendants of the Eunuch Admiral itu menyajikan kisah yang tak terbayang. Lewat semalam, di Twitter, kisah ini terasa segar dan dekat.

Babadnya, ada ratusan kamar di istana. Salah satunya dikhaskan untuk menyimpan alat kelamin para abdi yang dikerah sebagai pesuruh kepada maharaja dan maharani.
 
Rakyat tak punya pilihan. Berada di luar istana bererti mereka akan berdepan kebuluran. Mahu tak mahu, mereka terpaksa memotong alat kelamin sebelum layak menjadi abdi.

Alat kelamin yang telah dipotong akan diletakkan dalam sebuah kotak kayu sebelum dipersembahkan kepada maharaja. Itu, adalah tanda kesediaan untuk patuh kepada perintah.

Hal ini penting kerana para abdi terlibat dalam hal yang cukup sulit. Misalnya, mempersiap tempat bersiram dan persetubuhan maharaja. Syahdan, mereka dilarang bersyahwat.

Jika terpilih, alat kelamin itu akan digantung dalam sebuah kamar istana. Tinggi gantungannya dinisbahkan kepada hierarki abdi. Agaknya, terkait juga dengan senioriti.

Tugas mereka penting. Ada kalangan abdi yang ditugaskan untuk hal pentadbiran seperti menyiapkan dokumen dan rencana dagang ke negeri jauh. Antara sosoknya, Cheng Ho.
 
Nah, tentunya teater ini bukan seputar alat kelamin. Tapi saya mencuplik fragmen itu supaya kita mengulang fikir tentang kuasa serta batasnya yang kadang tak terlihat.

Rabu, November 28, 2012

Tempur

Joseph Anton bukan sebuah riwayat biasa. Memoir setebal 634 halaman yang baru selesai saya baca itu, adalah kisah panjang pertempuran politik dan keyakinan.

Tanpa sepatah pun kata maaf, Salman Rushdie memang mencabar sikap konservatif untuk apa yang ia yakini sebagai freedom of thoughts. Tapi harganya -- nyawa.

Adakah kita masih mahu ada darah terus tumpah atas nama Tuhan?

Geseh

Edward Said adalah sosok yang geseh dan kerana itu, ia melihat dunia dengan perspektif yang kaya. Begitu lah, kurang lebih, yang disimpulkan lewat Catatan Pinggir-nya Mas Goen.

Geseh, atau meminjam judul memoirnya, Out of Place barangkali benar. Jika tak lahir di Jerusalem dan merasa terbuang dari Palestina, ia mungkin sosok yang tak terpandang.

Ia hanya selalu berada di tempat yang salah dan dipaksa untuk melihat dari luar. Tapi itu juga bukan lah suatu kesalahan. Bak kisah Adam dan Hawa; disingkir dari surga dan merdeka.

Sabtu, November 24, 2012

Boneka

Dalam perspektif kemanusiaan dan hak asasi, derita di Palestina tentunya telah memperoleh simpati dan takat moral yang lebih tinggi ketimbang hipokrasi Israel.

Itu, atau yang dalam bahasa-nya Edward Said diistilahkan sebagai moral high ground, harus menjadi wacana pokok untuk merangkul kepedulian khalayak dunia.

Tapi hal ini memerlukan sosok pemersatu dalam intrik politik domestik Palestina yang boleh menggembeleng kekuatan popular serta suara rakyat terbanyak.

Umat berhak punya ketua yang bermaruah dan bukan boneka Barat.

Rabu, November 21, 2012

Belenggu

Slavoj Zizek dalam siri kuliahnya kerap kali mengungkapkan anekdot lazim dalam kehidupan seharian sebagai contoh citra ideologi yang kadang tak terpandang dan dilupakan.

Filsuf radikal asal Slovenia ini awalnya hanya menarik perhatian kita pada hal-hal sepele yang setelah diperinci terkesan begitu menebal dengan muatan sudut-pandang culas.

Misalnya, kita membeli suatu produk keluaran negara maju yang secara jelas menggunakan tenaga buruh kanak-kanak atau tenaga buruh yang tak dibayar dengan setara.

Pada pek produk itu dilakar kata-kata membujuk; "lima peratus daripada jumlah pembelian akan disalurkan kepada program pembangunan di negara-negara miskin."

Demi membaca kenyataan itu, kita pun jadi lunak dan terpedaya dengan sistem konsumerisme yang tak adil dan memeras sumber daya manusia untuk keperluan peribadi.

Dalam kaitan itu lah saya memikirkan inisiatif boikot untuk umat yang sedang dizalimi meski tahu ia tak membawa kesan signifikan dalam sistem yang terus membelenggu.

McDonald hanya secebis daripada budaya yang telah begitu mengakar. Itu belum lagi dibahaskan perihal filem, produk kesihatan, penjagaan diri, dll yang turut berkaitan.

Barangkali, memboikot juga adalah feel good factor itu, yang dalam ketakberdayaan kita berbuat apa-apa, memberi semacam suatu rasa bahawa kita telah pun berbuat sesuatu.

Selasa, November 20, 2012

Goblok

Menonton wawancara Piers Morgan dengan Shimon Peres lewat CNN pagi tadi sangat menjelekkan. Presiden Israel itu terlihat cukup naif cuba memperbodoh warga dunia.

Sebagai kuasa yang menjajah, ia langsung tak punya hak untuk bicara konon sebagai pihak terancam yang diganasi. Israel kekal angkuh dalam sindrom penafian.

Tuduhan yang dilempar kepada HAMAS konon sebagai pemula aksi teror terhadap anak kecil dan kaum wanita mereka menyerlahkan sikap double standard yang keji.

Apa mungkin kerikil di Gaza merobek jiwa dan gedung di Tel Aviv?

Isnin, November 19, 2012

Bejat

Membaca op-ed dalam New York Times sehari dua yang lalu memang meluluhkan. Ahmed al-Jabari agaknya memang dibedil untuk menggagalkan usaha damai.

Edward Said berulang-kali mengungkapkan hal ini. Israel adalah entiti bejat yang tak pernah punya maruah untuk menghormati janji baik di Oslo mahu pun Camp David.

Sebagai suatu isu kemanusiaan yang melampaui batas agama dan perebutan kota suci, konflik ini persis apartheid yang menjadi sisi gelap sejarah di Afrika Selatan.

Tapi sayang, di Palestin, belum ada sosok pemersatu bagai Mandela.

Ahad, November 18, 2012

Akidah

Kebertanggungjawaban dalam tata-kelola dan politik adalah isu akidah. Kita tak harus mempersempit pengertiannya hanya kepada hal-hal cliche yang lazim dibahas dan ditelingkahkan.

Tapi yang jadi soal, ada kalangan da'ie dan agamawan yang tak melihat betapa ia adalah isu sentral dan mendesak pengertian umat. Lalu, mereka terus selesa dengan hal-hal yang sepele.

Dalam keadaan seperti itu, maka kita tak hairan pabila kata islami terus ditohorkan maknanya hanya kepada ritual ibadah, novel tarbiah, motivasi kendiri, dan manual bercinta. Waduh!

Hayat

What matters most in our live, takes place in our absence.
-Salman Rushdie, Midnight's Children

Sabtu, November 17, 2012

Jajah

Tiga atau empat tahun lalu, kalau tak salah, saya pernah bertanya tentang keperluan umat memboikot produk yang punya kaitan dengan zionis dan Israel.

Sampai ke hari ini pun, persoalan itu belum terjawab dengan tuntas. Saya masih mendengar kalangan yang mempersoal kerelevanan dan keefektifannya.

Dalam gelojak kemarahan, ada baiknya juga kita berhenti sejenak untuk berfikir kesudahan konflik yang telah memakan jutaan korban dan mangsa ini.

Kita tak dihidang dengan jawapan kecuali two-states solution. Tapi, hal ini tentunya sukar dan tak mudah. Apalagi bagi rakyat di sebuah watan terjajah.

Utopia



Keamanan itu tentu tak mudah. Malah, di beberapa bahagian dunia, ia jadi semacam utopia yang takkan tercapai. Entah berapa ramai lagi yang harus tewas demi kehidupan yang bermaruah dan bebas?

Konflik

Israel, begitu kata Edward Said, adalah satu-satunya negara yang tak punya batas sempadan. Dan kerana itu, menurut saya, kita tak tahu entah berapa lama lagi harus menangisi Palestin.

Gaza dibedil buat kesekian kalinya. Jagat-raya pecah dengan teriak kutukan. HAMAS langsung mengisytiharkan perang bagi membela komandernya yang turut gugur, Ahmed al-Jabari.

Penyelesaiannya; barangkali hanya dwi-dimensi -- patria o muerte.

Isnin, November 12, 2012

Moral

Mengenang hari lahir ke-77 Edward Said, 1 Nov 1935 - 25 Sept 2003.

***

Edward Said, intelektual terhormat yang juga adalah antara suara paling autoritatif dalam konflik Palestin-Israel pernah digelar "professor of terror" ketika hayatnya.

Dosanya, kalau lah boleh ditermakan begitu, hanya kerana memilih untuk berpihak dan lantang menyuarakan ketidakadilan serta penindasan yang tak kunjung selesai.

Saya teringat pesan dalam anekdot Raja Ahmad Aminullah tentang budaya "please, don't quote me", yang tentu saja melacur faham ilmu tanpa amanah dan tanggungjawab.

Keberanian moral; masihkah hal ini wujud atau tersisa di Malaysia?

Sabtu, November 10, 2012

Taboo

Ada begitu banyak hal yang taboo dan tak terselesaikan. Kalau pun diungkap, ada kalangan yang lebih gemar memomok dan mencemuh. Fungsinya, mengekalkan status quo.

Kerana itu perlu wujud kalangan tercerah yang mampu mendobrak kejumudan. Itu tentunya tak mudah, tapi juga tak terelak. Kita harus punya keberanian untuk mempersoal.

Barangkali, itu lah sapere aude -- upaya keluar daripada kebodohan.

Jumaat, November 09, 2012

Tiananmen



Kita tahu tentang sosok misterius The Tank Man, dan dokumentari panjang lebih tiga jam ini, adalah latarnya. Bak puisi Chairil Anwar, "sekali bererti, sesudah itu mati." Betapa benar cuplikan Mas Goen.

Khamis, November 08, 2012

Usrah

Menulis tentang usrah adalah romantisme yang rencam. Keberadaan dalam kelompok itu -- dengan makna usrah sebagai aktiviti dan perkumpulan -- cukup mendewasakan.

Dalam latar itu lah, saya tersenyum sendiri manakala mengulang baca Di Bawah Mendung Usrah oleh Fathi Aris Omar, yang menurut saya, terkesan cukup jujur dan kekal relevan.

Manakan mungkin saya terlupa, "core business kita adalah dakwah."

Murtad III

Nurul Izzah dihentam semahunya berikutan kenyataan kontroversi dalam sebuah forum baru-baru ini. Komennya ditanggapi sebagai membenarkan pemurtadan.

Hal ini dikekang oleh perlembagaan yang turut memberi tafsiran terhadap maksud bangsa dan agama anutannya. Ia tak bebas dan perlu berpijak kepada aturan.

Polemik seperti ini wajar diwarasi. Setelah lebih lima dasawarsa kita membangun sebagai negara-bangsa, ada banyak hal yang terus menggelora dan belum selesai.

Murtad II

Sang pencinta, hanya dia merasa semangat sebuah pengorbanan;
sang pencinta, hanya dia mengerti persoalan percintaan ini.

Agaknya, agama memang tak berbeda jauh dengan belas-kasih. Ia tak mungkin hadir dengan paksaan. Apalagi dijadikan sebuah hukum yang absah dan wajib dipatuhi.

Bertolak dari situ lah wujud seruan dakwah dengan hujah dan hikmah. Tujuannya untuk menyentak dhamir serta kepercayaan yang berakhir dengan nilai keimanan.

Ketundukan terhadap Tuhan itu melampaui kata; tepat lirik M. Nasir.

Rabu, November 07, 2012

Murtad I

Kita tak lahir lalu diberi pilihan untuk menganut agama yang disukai. Itu, agaknya memang tak terelak dan tak terkendali. Tapi, ia juga bukan suatu kendala yang memberatkan.

Iman adalah hal yang tak terlihat. Kebebasan untuk berkeyakinan dan tak memaksakannya kepada orang lain adalah wajar, juga menepati pesan Qur'ani yang sering dipolemikkan.

La ikraha fi al-din; saya harus mengulang baca Taha Jabir al-Alwani.

Obama

Barack Obama sekali lagi dipercaya oleh rakyat untuk kekal sebagai Presiden Amerika Syarikat buat penggal kedua. Begitu pun, ia diwariskan dengan negara yang terbahagi -- beda undi popular yang tipis antara Demokrat dengan Republikan.

Meski tampil dengan sosok pembela kelas miskin dan menengah, ia tewas di beberapa kawasan yang dimenanginya empat tahun lalu. Mitt Romney pula gagal memperoleh cukup undi di swing states yang  penting untuk kempennya ke White House.

2012; mesej hope berganti  forward. Maju terus, Presiden Obama.

Isnin, November 05, 2012

Presiden

Undian terkini menunjukkan situasi tegang dan sengit dalam siri terakhir kempen Pilihanraya Presiden Amerika Syarikat; lapor stesen CNN pagi tadi, peratus sama memihak kepada Obama dan Romney.

Kempen oleh kedua-dua calon presiden itu kini bertumpu di beberapa swing states antaranya Iowa, Ohio dan New Hampshire. Dan pemenangnya akan ditentukan oleh jutaan rakyat pada 6 November.

Bak retorik diungkap Obama; know this America, selamat berpesta!

Maruah

Reem Haidar; buat sesetengah daripada kita, ia nama yang tak terpandang. Tapi di Lubnan pada tahun 2006, lewat wawancara Al-Manar, wanita ini begitu menginspirasi.

Langsung ia digelar umm al-abaya, terkait dengan pintanya yang mahukan jubah Seyyed Hassan Nasrallah, komander Hezbollah yang kala itu bertempur dengan soldadu Israel.

Banyak hal yang barangkali boleh kita pelajari. Begitu pun, demikian lah kisah yang sakti. Ia berawal daripada kejujuran dan ketulusan yang menggemakan maruah dan harga diri.

Khamis, November 01, 2012

Labun



Midnight's Children, novel-nya Salman Rushdie yang dianggap sebagai Booker of Bookers itu tak pernah pun selesai saya baca. Tiap kali dibelek, saya jadi lesu dan kantuk.

Filem adaptasinya yang disutradarai oleh Deepa Mehta terbit baru-baru ini. Ia tentu akan sangat membantu saya bergelumang dalam imaginasi plotnya yang magis.

Harus sediakan ruang menontonnya sambil menikmati Joseph Anton.