Shi'ah II

Hamid Dabashi lewat bukunya Shi'ism: A Religion of Protest merakam babad lara yang terlakar di medan Karbala kala cucunda baginda nabi dibantai dan dipenggal ketumbukan musuh.

Imam Hossein awalnya menerima undangan umat di Kufa yang berjanji mahu bersama untuk menjatuhkan Yazid ibn Muawiyah. Tapi, mereka berkhianat dan memencil diri.

Kita pun mempelajari satu hal yang sedemikian segar dan terus menggema dalam perjuangan, malah diangkat sebagai sebuah seru iltizam dan kejujuran dalam sebuah revolusi.

Ma ahl-e Kufa nistim / we are not the people of Kufa; yang agak-agaknya, kalau diterjemah dan ditakwil adalah kesaksian untuk bertulus; dalam cinta, politik, keilmuan, dll.

Shi'ah

Beberapa waktu kebelakangan, saya ralit menggelintar tentang shi'ah. Tiap ada kesempatan, saya menonton dokumentari sisi politik selain membaca faham teologinya.

Memang ada pandangan yang menghukum shi'ah terkeluar dari agama. Tapi ada juga pandangan wibawa lain yang masih mengakui bahawa ia bahagian daripada Islam.

Perbedaan sekte yang berawal daripada momen kewafatan nabi ini menimbulkan polemik besar dalam sejarah. Umat terbahagi kepada dua kelompok utama; sunni/shi'ah.

Menurut saya, ada keperluan untuk ia diteliti. Di sebuah nusa yang tak ramah dengan yang-bukan-arus-perdana, kelompok shi'ah sering terhukum dengan persepsi negatif.

Demikian lah kita berperan; dalam kegelapan, mari nyalakan lilin.

Pergi

Dua orang teman saya terlibat dalam kemalangan jalanraya semalam. Seorang kini kritikal di hospital, dan seorang lagi telah terkorban dalam nahas tersebut.

Pergi lah, muga diterima amal dan diampun noda lalu. Kita pernah ketemu dalam hayat ini, dan muga akan ketemu lagi dalam hayat panjang yang berikutnya.

Kau kasihkan yang di bumi; muga yang di langit turut mengasihi-mu. 

Gulat

Teman-teman dah lama merungut. Kata mereka, saya menulis dengan bahasa yang tak difahami. Juga, bicaranya adalah topik pelbagai yang tak ketahuan punca.

Saya tak punya jawapan memujuk. Memang, catatan yang tertuang kadangkala begitu. Ia adalah lintasan fikiran yang sengaja tak dicerna, lalu di-"goreng" seadanya.

Tapi impinya besar; konon setaraf catatan-nya Wahib dan Hok Gie.

Hudud

Saya meluat membaca polemik terkini tentang hudud. Kita mendengarnya saban waktu menjelang pilihanraya. Begitu pun, politikus masih tak cerdas.

Memang lah, mengimani hudud itu tuntutan sebagai umat yang beragama. Tapi, sebegitu naif menanggapi realiti sistem demokrasi juga tak boleh dimaafkan.

Akhirnya, kita tetap simplistik; segala masalah selesai dengan Islam!

Temasik

Kalau benar kebersihan adalah sebahagian daripada iman, barangkali iman saya kini lengkap manakala ia saya temukan di sebuah negara sekular, Temasik.

Tentu, saya bukan Syed Qutb yang dalam kunjungannya ke Amerika, mengatakan yang adikuasa itu lebih dekat dengan citra agamanya ketimbang Mesir.

Begitu lah agak-agaknya. Tanpa bertelingkah siapa yang lebih islami mengaplikasikan hudud pun, mereka terkesan matang. Politikus kita, alahai childish.

Sawm 6

'Amore e'l cor gentil sono una cosa.
-Dante Alighieri

Fitrah

Yang indah-indah, begitu lazimnya, pasti akan berakhir. Ramadhan juga tak terkecuali daripada ke-cliche-an itu. Apalagi manakala ia berawal dengan janji-janji keampunan.

Besar lah harapan kita agar hayat yang diisi dalam sebulan terdahulu ini tak tersia, malah dinilai sebaiknya sebagai upaya mencapai tingkat redha dan taqwa kepada Tuhan.

Muga dihitung segala amal soleh, diperkenan du'a tanpa hijab, dan diampuni noda lalu. Juga, muga dengan penuh sedar, terus tekal dengan disiplin selain ditingkatkan akhlak.

Minal 'aidin wal faizin; dalam kalangan yang kembali dan menang!

Dewi

Ini catatan buat dewi terpuja memperingati tanggal lahir 17 Agustus.

***

Reza Shah-Kazemi menjelaskan kaitan kata rahma-nya Arab dengan caritas-nya Latin dan agape-nya Yunani dalam sebuah kata; charity-nya Inggeris untuk melawan teologi kebencian.

Kata itu, yang dimaknakan sebagai belas-kasih, umumnya adalah sifat-sifat Tuhan yang terangkum dalam asma' yang mulia. Ia terbias dalam diri manusia -- mutatis mutandis ke arah relatif.

Demikian lah paduan compassion, atau daya untuk merasakan derita lingkungan yang tak hanya menjadi esensi kemanusiaan yang nir nilai, tapi terilham dari keupayaan ruhani yang peduli.

Barangkali itu dimensi metafizik yang tak perlu dilanjut-lanjut. Pun begitu, wajar lah ia diwarasi manakala kita dihadapkan rencam pentafsiran yang kadangkala terkesan terlalu ekstrem.

Belas-kasih; ia elemen yang tak terbantah daripada kurnia nan indah.

Gastronomi

Ini catatan buat para penikmat makanan khususnya Sarah Syazwani.

***

Barangkali, saya tak menduga-duga libang-libu rasa saudari. Iftar tanpa putu tentu lah sebuah ketaksempurnaan. Hidup disumbu resah demi mengetahui menunya tak lengkap.

Demikian juga yang saya rasakan manakala tercari-cari akok tradisi. Jenuh menggelintar bazar petang di sini-sana. Tapi, yang saya temukan hanya lah kuih-muih nan lazim.

Momen begini, kita merindukan santapan agung yang lahir dari rahim leluhur bangsa; bengkang, lepat pisang, pengat durian, serawa timun aceh, dll. Agaknya itu impi yang muluk.

Dalam maraknya perang budaya mutakhir ini, kita merasa terhenyak bilamana kelazatan duniawi itu tiba-tiba berubah; diganti dengan scone, pavlova, cupcakes, macaroons, dll.

Di sebuah nusa terjajah, ingat lah, perut harus tetap bebas merdeka.

Ignoramus

 Life is fragile; tell to those you love that you love them.

Seorang teman kembali menarik perhatian saya pada Tawq al-Hamamah, kesaksian belas-kasih yang antara lain menjadi karya yang cukup terkenal oleh sang teolog, Ibn Hazm.

Karya itu, yang telah sekian lama saya tinggalkan dek tak tertahan dipana kalimahnya yang penuh 'ishq, wajar direnung kelompok puritan yang terpisah dari dimensi manusiawi.

Ada beda besar yang menjarakkan faham ekstremis dan esensi agama dengan compassion. Demikian lah saya selalu mengingat-ingat pesan Tariq Ramadan bahawa hidup ini rapuh.

Canggung

Saya ditegur kerana tak berkopiah, bersongkok, atau berjubah ke masjid. Bukan lah pertama kali, malah telah biasa ditanya tentang itu, kadang dengan muka cemik dan nada berkeluh.

Sarah Izutsu bilang, saya anti-establishment. Entah, bab ini memang saya tak tahu. Tapi agaknya, sefaham saya, agama tak terbina dari hal-hal sebegitu. Ada soal lain yang lebih mendesak.

Maaf lah, saya canggung ber-ana/anti, ikhwah/akhowat, dll. Khalas!

Sakral

Dek kemahirannya, Raden Sepat yang bukan muslim dipercaya oleh Wali Songo untuk menjadi arkitek yang merekabentuk Masjid Demak meski dipengaruhi senibina Hindu.

Memang, agama Islam menyerap dalam dimensi budaya manakala ia tiba ke Nusantara. Ia tak mengambil citra Arab, tapi lebih merai dan mengakar dalam realiti tempatan.

Ke-Arab-an bukan esensi, malah tak menjentik yang sakral -- Islam.

Lenggok

Ulil Abshar Abdalla, aktivis Jaringan Islam Liberal di Indonesia merakam bacaan Qur'annya yang boleh diakses dan didengar dalam laman Sound Cloud. 

Itu tentu lah biasa, malah kita mendengarnya saban waktu. Tapi menurut saya, murattal Surah Maryam dalam lenggok Jawa adalah yang paling memikat.

Selamat mendengar dan melarut fana' mentadabbur ayat-ayat Tuhan.

Tawadhu'

Abu Hanifah langsung menangis manakala diingatkan bahawa gelar yang ada boleh menggelincirkannya ke neraka. Ia, antara imam pendiri mazhab, awalnya menegur seorang anak muda.

Anekdot sebegini bukan lah hal yang asing. Kita mendengar, dan sering saja rasa tergugah dengan watak dan hikmah yang terpancar dari pelbagai sosok para ulama' dan guru-guru agung.

23 Ramadhan; kita menyoal diri, cukupkah tawadhu' dan rendah hati?

Esensi

Merdeka; kita masih bingung dengan ertinya. Sejauh ini, terasa maruah yang terus dirobek. Akar dan budaya bangsa yang dulu terlihat besar, kini diinjak saban hari.

Daya robah kita tak patut terbazir pada hal yang remeh. Tentunya, esensi merdeka adalah jauh lebih mendalam daripada telingkah sebatas persolan simbol, logo dan lagu.

Mari renungkan makna diri; 55 tahun, rupanya kita belum dewasa.

Rohingya

Di belahan dunia mana pun, ada umat yang berantakan. Myanmar tak terkecuali. Beberapa bulan kebelakangan, kelompok Rohingya dibantai semahunya oleh kelompok etnik Rakhine di daerah Arakan.

Belum lagi terdengar penyelesaian tuntas oleh warga dunia. Kalau pun ada, hanya lah kecaman masyarakat sivil yang masih waras.Bertabah lah, kalian akan sentiasa ada dalam du'a dan nyanyi kami yang bisu;

How many ears must one man have,

before he can hear people cry?

How many deaths will it take till he knows,

that too many people have died?

The answer my friend is blowing in the wind,

the answer is blowing in the wind.

Kudus

Mungkin, kita rasa lebih beriman daripada orang lain. Dengan faham agama yang mendalam, tentu lah kita lebih berautoriti. Justeru, ia jadi senjata ampuh untuk memaksakan hukum.

Lalu kita cuba menghidupkan sebuah angan. Pandangan yang berbeda harus dikesampingkan, atau lebih ekstrem, direndah dan diberi citra yang buruk. Demikian, kita pun jadi pejuang.

Memang, surga hanya untuk yang kudus; tak hanya aksi, juga hati.

Iltizam

Hillary Swank memeran watak yang tak terbayangkan lewat Conviction. Filem yang terbit pada tahun 2010 itu, baru sempat saya tonton beberapa hari lalu. Pun, tetap segar dan menginspirasi.

Kisahnya berlingkar pada Betty Anne Waters, pelayan bar yang harus kembali belajar demi keadilan buat abangnya Kenneth "Kenny" Waters yang didapati bersalah dalam sebuah kes pembunuhan.

Begitu lah ia bermula; kisah daya dan iltizam yang tak terkalahkan.

Perempuan

Manakala hampir tiba ke helaian akhir novel Perempuan Nan Bercinta, saya sempat menyusupkan mesej propaganda kepada beberapa orang teman -- bahawa karya ini wajib dibaca dan digeluti.

Terlepas daripada perseteruan sekte dan beda mazhab, novel terbaru Faisal Tehrani yang bersumbu mesej supra-mazhab ini, menepati blurb-nya -- yang paling provokatif selepas 1515 dan Tuhan Manusia.

Jangan rasa takut terjebak shi'ah; afala tatafakkarun, afala ta'qilun!