Memaparkan catatan dengan label Telaah Buku. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label Telaah Buku. Papar semua catatan

Isnin, April 29, 2013

Ultimatum

Membaca babad para tahanan politik yang direnggut kebebasan lewat pelbagai tuduhan serta akta zalim membuatkan kita benar-benar kacau dan galau selain didesak untuk kekal waras.

Periode tegang itu berkali-kali saya alami manakala menekuni Dua Wajah-nya Syed Husin Ali, Universiti Kedua-nya Kassim Ahmad dan juga Sengsara Kem Kamunting-nya Saari Sungib.

Tak terbayangkan, demi mempertahan kuasa beberapa kerat elit penguasa korup, sebuah sistem bobrok mewajarkan tingkah yang cukup kejam membungkam semua nilai manusiawi.

Meski undang-undang itu kini telah telah dimansuhkan, akta baru yang diperkenal tak lah begitu berbeza. Kita tetap terdedah dengan rekayasa jahat kalangan regim yang tandus moral.

Barangkali, kerana itu lah pilihanraya kali ini merupakan sebuah ultimatum bagi pihak rakyat. Kita harus memilih antara dua nilai, bukan semata perubahan pada sosok wakil rakyat.

Rabu, April 24, 2013

Ampu

Saya hampir selesai membaca The Captive Mind, sebuah magnum opus Czeslaw Milosz, cendekia asal Poland yang secara gamblang melakarkan realiti masyarakat dalam sistem totalitarian.

Menghubungkan karya ini dengan erti hidup dalam sebuah negara demokrasi tentu lah keterlaluan. Pun begitu, semacam ada generalisasi serta persamaan sentral yang tak terelakkan.

Ia mengkisahkan kalangan terdidik dan terpandang dalam strata sosial yang tunduk serta lunak kepada kekuasaan meski tahu tentang kefasadan yang terus saja bersipongang dalam sistem itu.

Dek pesona dan tawaran timbal-balik yang mengiurkan, mereka dilihat rela membungkam penentangan peribadi, lalu mengambil sikap yang berseberangan untuk mengampu pemerintah.

Di sini, kalangan itu merajai wawancara media -- profesor kangkung.

Isnin, April 22, 2013

Makna

Karena kesusasteraan bukan sabda seseorang yang menjadi agung setelah melewati masa pertapaan, melainkan sebuah proses yang mengakui kebutuhan untuk sama-sama menemukan sejumlah makna, dan dengan demikian saling bicara.
-Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir

Selasa, Mac 26, 2013

Sako

Pak Sako pada zamannya memang adalah seorang penulis yang gemilang. Sebagai seorang nasionalis, karya tulisnya diadun dengan pemikiran dan kritikan terhadap elit penjajah.

Begitu lah kira-kiranya deskripsi lazim yang ditemukan tentang sosoknya. Pun begitu, waktu berubah. Dan agaknya kerana itu, buah fikir dan idealismanya itu gagal saya fahami.

Saya baru saja menghabisi Anak Mat Lela Gila, tapi setelah lebih separuh ditelaah, intinya tak dapat diterka. Hal yang sama kala saya mengulit Putera Gunung Tahan tak lama dulu.

Ia persis rindu-dendam serta belas-kasih; terlihat ringkas tapi rumit.

Sabtu, Mac 23, 2013

Taat

The continuing appeal of man such as Hasan al-Banna and Sayyid Qutb is due not so much to their intellectual analyses of various contemporary problems, analyses which are often oblivious to the true nature of some of the forces involved, as to their firm belief in the shari'ah and to their personal example of adherence to the shari'ah.
-Seyyed Hossein Nasr, Islam and the Plight of Modern Man

Rabu, Mac 20, 2013

Pisah I

Beberapa bulan lalu saya menyinggung catatan Goenawan Mohamad tentang Edward Said, sang intelektual asal Jerusalem, yang oleh pergolakan politik, terbuang ke Amerika Syarikat.

Dalam sela penantian pengumuman pembubaran parlimen beberapa hari belakangan, saya sempat menghabisi Out of Place, memoirnya yang dilakarkan dengan begitu banyak kenangan.

Sebermula daripada waktu kecilnya yang diterap dengan disiplin, hubungan dengan famili dan teman-teman di Kaherah serta konflik diri di Princeton dan Harvard, ia memang geseh.

Tapi menurut saya, yang paling menarik tentu lah kala ia memisahkan diri daripada kelompok dominan yang popular semata untuk merintis denai sebagai seorang sarjana.

Judulnya cocok; dan sosoknya adalah tugu gadang yang terkalahkan.

Sabtu, Februari 23, 2013

Sejarah

Malam tadi, seperti juga malam-malam sebelumnya belakangan ini, saya terpaksa bergelut untuk lekas lelap. Selagi tak diserang kantuk yang kronik, saya memang tak punyai pilihan -- membaca.

Begitu lah awalnya saya menekuni Comments on the Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjatu’l Siddiq: A Refutation karya-nya Prof. al-Attas, sebuah sanggahan bertenaga terhadap Prof. G.W.J Drewes.

Dengan cukup tajam, al-Attas mengkritik sikap dan conjecture yang dilakukan sang orientalis dalam memahami manuskrip langka oleh Nuruddin al-Raniri, ulama besar di Acheh pada abad ke-17.

Mentelaah dan larut dalam karya tulis al-Attas tentang sejarah sering kali mengujakan. Ia tak hanya mengajukan tesis baru, malah dengan berani, memberi tafsiran yang berbeda daripada kelaziman.

Misalnya, yang termuat dalam Historical Fact and Fiction, seputar babad Melaka, Parameswara, dan asal-muasal Sumatera, sebuah rombakan total riwayat yang telah termaktub di Nusantara.

Harapnya malam nanti nyenyak; saya mahu mimpi jadi Hang Jebat.

Jumaat, Februari 22, 2013

Saqifah

Betapa segar manakala khutbah hari ini membabadkan perihal Saqifah Bani Sa'adah, suatu momen penting yang mengambil tempat sesudah wafatnya Baginda Nabi S.A.W.

Peristiwa itu, yang rangkumannya telah saya baca dalam Metafizik dan Kosmopolitanisme-nya Khalid Jaafar, memberi iktibar kepentingan untuk memilih pemimpin.

Khatib memberi sorotan sejarah dengan kaitan seputar isu kontemporari penyertaan ulama dalam gelanggang politik. Ia menjustifikasi peranan dan tindakan itu.

Seideal mana pun kita berhujah, hakikat yang tak ternafi adalah umat tetap berpecah. Hal itu tak terelak. Kita teringat du'a nabi yang ditolak, juga tahu Tuhan lebih mengerti.

Rabu, Februari 20, 2013

Label

Lewat makalahnya yang termuat dalam Adab dan Peradaban, sebuah festschrift buat Prof. al-Attas yang baru diluncurkan, Mohd Affandi Hassan mentakrifkan gelar pengarang dan sasterawan.

Pengarang, begitu katanya, adalah kelompok yang cuba menyampaikan pemikiran sementara sasterawan adalah kelompok yang bermain dengan bahasa untuk meluahkan emosi.

Demikian lah, ketika membacanya, saya cuba membayangkan sekian banyak toko buku dengan rak yang penuh terisi label novel tarbiah; novel islami; dan tentu saja, novel cinta kopiah-tudung.

Khamis, Februari 07, 2013

Amba

Laksmi Pamuntjak menulis dengan cukup memikat. Belakangan ini, saya tak hanya membaca novelnya, tapi turut terhantar bergulat dalam sebuah momen tegang yang mencemaskan.

Novel dengan judul Amba itu, sebetulnya diilhami oleh Mahabharata dengan latar pergolakan politik pada tahun 1965 di Indonesia yang turut menyaksikan coup d'etat terhadap Bung Karno.

Dengan cukup simpatik, ia mengadun kisah belas-kasih yang sedemikian tulus tetapi terhalang oleh situasi yang begitu menduga. Wataknya lugas memperikan perasaan yang bergalau.

Mengulitnya juga adalah sebuah kembara ke masa lalu yang pahit. Hal ini dicitrakan dengan cemerlang lewat singkapan hidup menyeksakan para tapol yang terbuang ke Pulau Buru.

Tapi mengatasi kesemua itu, novel yang baru terbit hujung tahun lalu ini, terasa bergetar dengan gemerlapan imaginasi. Memetik kata sang protagonisnya,"..bahasa menjadi tak berguna."

Khamis, Januari 03, 2013

2013

Mujur saja telahan kiamat itu meleset. Andai benar jagat-raya ini berakhir tahun lalu, saya akan jadi sangat penasaran. Sebabnya, ada azam serta sasaran peribadi yang telah sekian lama belum tertunai.

Hal itu akan dilanjutkan. Kerap-kali ia terhenti dek pelbagai desakan lain yang tak terelak. Tahun ini, saya wajibkan diri menghabisi dua karya; puisi agung Homer, Iliad dan epik India purba, Mahabharata.

Insha-Allah, begitu lah cadangnya. Tiga yang lain sedang dikerjakan;

1 - The Question of Palestine, Edward Said

2 - The Vision of Islam, Murata & Chittick

Rabu, November 28, 2012

Tempur

Joseph Anton bukan sebuah riwayat biasa. Memoir setebal 634 halaman yang baru selesai saya baca itu, adalah kisah panjang pertempuran politik dan keyakinan.

Tanpa sepatah pun kata maaf, Salman Rushdie memang mencabar sikap konservatif untuk apa yang ia yakini sebagai freedom of thoughts. Tapi harganya -- nyawa.

Adakah kita masih mahu ada darah terus tumpah atas nama Tuhan?

Khamis, November 01, 2012

Labun



Midnight's Children, novel-nya Salman Rushdie yang dianggap sebagai Booker of Bookers itu tak pernah pun selesai saya baca. Tiap kali dibelek, saya jadi lesu dan kantuk.

Filem adaptasinya yang disutradarai oleh Deepa Mehta terbit baru-baru ini. Ia tentu akan sangat membantu saya bergelumang dalam imaginasi plotnya yang magis.

Harus sediakan ruang menontonnya sambil menikmati Joseph Anton.

Khamis, Oktober 25, 2012

Rusuk

Ali Shari'ati, rausyanfikir asal Iran yang juga ideolog revolusi itu, akhirnya menyingkap suatu hal yang telah sekian lama membingungkan, juga memerangkap akal-fikir saya.

Begitu lah saya sering tewas dan lelah manakala dihadapkan dengan teori penciptaan -- bahawa wanita tercipta dari rusuk lelaki. Hal ini berulang-kali disebut dan ditakwil secara semberono.

Ia sering diertikan dengan melankoli; konon wanita itu muncul dari rusuk dan dekat dengan hati untuk dikasihi, malah ada juga yang memahaminya dengan "bengkok" untuk di-"luruskan".

Hal ini disanggah oleh Shari'ati lewat Man and Islam, siri sharahannya yang membajai faham agama yang murni dan progresif. Menurutnya, kepada khalayak berbahasa Farsi, ia ralat terjemahan.

Yang dimaksudkan dalam kaitan ini bukan lah rusuk, tapi sifat alami manusia umumnya. Lalu, "hawa tercipta dari rusuk Adam" itu seharusnya adalah "hawa tercipta dari sifat alami Adam."

Itu boleh lah difahami dengan luas, bukan dengan pemaksaan kepercayaan bahawa wanita adalah warga kelas dua yang lemah dan sering bergantung. Jelas, ia tak berkonotasi memberdaya.

Konsepsi manusia dengan dwi-dimensi sebagai mud and God's spirit yang digagas Shari'ati juga wajar dilihat. Kita boleh memilih kehinaan atau menyayap ke tahap tertinggi kemanusiaan.

Justeru, elok lah seandainya hal ini kembali direnung sebagai pedoman yang sekaligus menafikan citra wanita yang ditanggapi dengan cukup negatif ketimbang lelaki atas pelbagai sebab.

Tentunya, manusia diciptakan sempurna dan selayaknya. Tanpa perlu memanipulasi rusuk pun, wanita akan selamanya didakap dengan belas-kasih yang luhur -- tak terbanding dan tak terungkap.

Rabu, Oktober 24, 2012

Qardhawi

Kebangkitan Arab; manakala pemerintah tercari-cari justifikasi agama untuk mewajarkan tindakan rakus menekan umat, maka muncul lah kalangan ulama su' yang tanpa rasa tanggungjawab mengeluarkan hukum dan pandangan yang gagal mendakap realiti.

Begitu lah shariah diinjak dan diseleweng demi tembolok regim. Dek godaan duniawi, mereka meminggirkan keutamaan atau maqasid agama iaitu untuk memelihara kebebasan dan kemuliaan insan. Dalam latar itu lah lahirnya Thaurah Sha'ab oleh Yusuf al-Qardhawi.

Saya hampir terlongo membacanya. Malah, saya teruja dengan sanggahan keras terhadap sikap dan tindakan mereka yang melacurkan agama sendiri. Islam harus tertegak dengan kebenaran, dan ini harus dilakukan dengan menghormati hak tiap penganutnya.

Dan tentu lah, buku ini wajib dibaca oleh sekalian umat di Malaysia.

Surat

Salaam.

Sdr. Pankaj Mishra,

Biar lah saya berjujur, bahawa awalnya saudara adalah watak asing yang tak dikenali. Seandainya saya tak mentelaah From the Ruins of Empire -- karya tour de force saudara tentang babad kebangkitan Asia itu -- barangkali saya takkan mampu memaafkan diri kerana gagal menghargai bakat yang saudara miliki.

Lewat buku itu lah nama saudara mulai mekar dalam ingatan saya, dan akhirnya mendorong saya menggelintar koleksi rencana saudara dengan genre yang rencam. Membaca tulisan saudara adalah sebuah kenikmatan buat saya; keelokan bahasanya, deskripsi rinci, dan timbunan fakta yang seringkali menggugah.

Pagi tadi, saya selesai mengulit The Romantics, novel debut saudara yang terbit lebih sedekad lalu. Entah, semacam ada sebuah euphoria yang cukup peribadi. Saya terkesan dengan kesunyian Samar, terbayang keayuan sosok Catherine dan turut terilham meneruskan impi yang tertangguh -- kembara ke India.

Imaginasi saya kembali bergetar manakala saudara melakar kata untuk sebuah ceritera belas-kasih yang kalau pun tak diakhiri dengan kebahagiaan, tapi terlihat sangat realistik dan bermakna. Malah, tak sukar untuk saya larut dalam pengkisahannya, juga berkongsi emosi dan gelora yang barangkali tak teredam.

Sebetulnya, ada banyak hal yang ingin saya khabarkan. Antaranya tentang kalangan penulis dan da'ie di negara saya yang sepertinya memusuhi fitrah sendiri. Begitu pun, mereka tanpa segan menjadikannya sebagai subjek utama pembicaraan lalu disadur dengan label agama sebagai justifikasi.

Tapi itu tentunya akan mengambil masa saudara untuk menelitinya dan mungkin akan membosankan dengan melankoli saya yang berlanjut-lanjut. Syahdan, saya akhiri surat ini dengan penghargaan dari ruang jiwa yang paling seni --  untuk sebuah vista baru yang sudi dikongsi dan serasa cukup mengilhami.

Muga saudara dan famili kekal dalam lindungan Tuhan Maha Kasih.


Salam hormat.

Hanif Amir
Kuala Lumpur

Jumaat, Oktober 05, 2012

Dikaiosyne

Anwar Ibrahim membentangkan belanjawan sambil menyebut nama-nama filasuf dan guru agung. Dr. Mahathir di sisinya terlihat bingung. Gambaran itu dilakar dalam sebuah kartun Lat.

Hal itu berulang manakala dalam perbahasan belanjawan Isnin lalu, ia sekali lagi mengungkapkan idea dikaiosyne -- semangat keadilan dalam bahasa Yunani purba seperti dikonsepsikan Plato.

Hal ini mencemaskan; saya tak punya wang mahu beli The Republic.

Ahad, September 30, 2012

Empayar

Beberapa hari lalu saya selesai mentelaah From The Ruins Of Empire oleh Pankaj Mishra, karya tour de force tentang para ideolog dan idea di sebalik kebangkitan Asia.

Ia dimulakan dengan latar kemenangan Jepun ke atas Rusia dalam Perang Tsushima pada tahun 1905 yang dinilai sebagai titik mula penentangan terhadap kolonialisme.

Dengan tampilan dua protagonis - Jamaluddin Al-Afghani dan Liang Qichao - buku ini membedah masalah kuasa kolonial dan asas idea yang cuba dibugar lewat leluhur Asia.

Saya menikmati sejarah yang dilupakan dan tak didendang. Baca lah!

Rabu, Ogos 29, 2012

Shi'ah II

Hamid Dabashi lewat bukunya Shi'ism: A Religion of Protest merakam babad lara yang terlakar di medan Karbala kala cucunda baginda nabi dibantai dan dipenggal ketumbukan musuh.

Imam Hossein awalnya menerima undangan umat di Kufa yang berjanji mahu bersama untuk menjatuhkan Yazid ibn Muawiyah. Tapi, mereka berkhianat dan memencil diri.

Kita pun mempelajari satu hal yang sedemikian segar dan terus menggema dalam perjuangan, malah diangkat sebagai sebuah seru iltizam dan kejujuran dalam sebuah revolusi.

Ma ahl-e Kufa nistim / we are not the people of Kufa; yang agak-agaknya, kalau diterjemah dan ditakwil adalah kesaksian untuk bertulus; dalam cinta, politik, keilmuan, dll.

Jumaat, Ogos 10, 2012

Perempuan

Manakala hampir tiba ke helaian akhir novel Perempuan Nan Bercinta, saya sempat menyusupkan mesej propaganda kepada beberapa orang teman -- bahawa karya ini wajib dibaca dan digeluti.

Terlepas daripada perseteruan sekte dan beda mazhab, novel terbaru Faisal Tehrani yang bersumbu mesej supra-mazhab ini, menepati blurb-nya -- yang paling provokatif selepas 1515 dan Tuhan Manusia.

Jangan rasa takut terjebak shi'ah; afala tatafakkarun, afala ta'qilun!