Isnin, Disember 31, 2012

Simbol

Di Tunisia, ia membakar tubuh. Penindasan, begitu ceritanya, telah memaksa Mohamed Bouazizi berbuat sesuatu yang tak terfikirkan. Tak lama kemudian, ia meninggal dunia.

Di Pakistan, teror mencengkam. Malala Yousafzai baru pulang dari sekolah. Dalam kenderaan, ia ditembak. Sebahagian tempurung kepalanya hancur. Mujur, ia terselamat.

Dua sosok dan dua momen; bedanya, kepasrahan dan penentangan.

Ahad, Disember 30, 2012

Prisma

Ada sarjana bilang, kita jangan hanya melihat dunia dengan intellect, tapi juga harus lewat prisma knowledge of the heart. Sebagai muslim, tentu lah dalam tatanan tauhidik.

Tapi ia tak dijelaskan lanjut. Kita tak tahu adakah hal itu adalah semata percikan ilham atau getaran dhamir. Yang pasti, bukan tiap perkara dihadapkan bukti. Cukup sekadar merasa.

Agaknya, bagai kezaliman; tanpa teori pun, kita tahu ia menyeksa.

Jumaat, Disember 28, 2012

Surat II

Salaam.

Ibu Ainun,

Kita sebetulnya tak pernah bertemu; dalam mimpi juga realiti. Ibu hanya saya kenali lewat pembicaraan luhur seorang pria, yang menurut saya, begitu meluluhkan tapi juga bererti -- B.J. Habibie.

Tentu lah, nama itu tak asing buat ibu. Ia pria cerdas yang tabah, punya prinsip serta berperibadi tekal. Begitu pun, tak saya sangka, tampang itu terlihat rapuh bermelankoli dalam euloginya buat ibu.

Ada bait Inggeris, kurang-lebih begini; "love doesn't need to be perfect," dan berlanjut, "it just needs to be true." Di kejauhan, saya cuma ingin bertanya, apakah hal itu persis dan akan ibu iya-kan?

Barangkali tak mudah untuk orang lain. Dalam jagat-raya yang menuntut serba sempurna dan serba menyatu, perbedaan adalah musuh dan kepelbagaian jarang diraikan. Kita tak punya pilihan.

Lalu, hampir lima dasawarsa yang telah ibu lalui itu mungkin lah sebuah kes terkecuali misterius yang membahagiakan. Belas-kasih ibu, yang dibabadkan pria mantan Pres. RI itu, cukup fenomenal.

Tanpa nada apologetik mengapresiasi dalam luah-rasanya buat ibu, pria setia yang tak bertara itu pun mengungkap suatu hal yang begitu mendalam; "separuh jiwa-ku pergi." Betapa ia merasa kehilangan.

Dan saya pun memperoleh pedoman manusiawi yang tak terlupakan. 

Kami menghening cipta untuk-mu.


Hanif Amir
Kuala Lumpur

Ahad, Disember 16, 2012

Pena

Tajam keris raja, tajam lagi pena pujangga.
-Usman Awang

Sindrom

Sandy Hook adalah kawasan tak terpandang. Tapi, setelah puluhan jiwa tewas dalam tragedi buas sehari dua lalu, kita pun mulai terdengar suara-suara aneh yang sinis.

Amerika Syarikat diperkecil dan dibanding-banding dengan dunia lain yang lara. Seolah, nyawa yang diragut di kawasan tenang Connecticut itu balasan Tuhan atas kekejamannya.

Barangkali ini lah stockholm syndrome. Dek terlalu lama hidup dalam dunia bengis penuh sengketa, kita jadi redha dengan kezaliman lalu lupa ada hal yang tak bergalang-ganti.

Khamis, Disember 13, 2012

Universiti

Rabu, Disember 12, 2012

Pontifex

Ini mungkin lah tak penting. Tapi rasanya perlu juga diberitahu manakala jagat-raya terisi dengan sekian ramai petinggi agama yang gagal menyerap semangat zaman.

Di Vatican, Pope Benedict XVI kini telah mulai menge-twit. Muga kita mengambil manfaat sebaiknya memenuhi pesan li taa'rafu serta memahami agama lain yang beda.

Ketua Gereja Katolik itu (agaknya) boleh diajak ngobrol di Pontifex.

Selasa, Disember 11, 2012

Rohingya II



Tentang nilai manusiawi yang diinjak dan dinafi; tentang Rohingya.

Isnin, Disember 10, 2012

Trilogi

CERITA SATU

Entah di mana setepatnya, ada kerumunan yang sedang ngobrol, boleh jadi tentang propa dunia hiburan atau seputar gosip politik. Tanpa mereka sedari, di balik awan, helikopter tempur memerhati. Beberapa waktu kemudian, kesemua mereka gugur ditabrak peluru.

CERITA DUA

Risikan soldadu mengandaikan ada sebuah bangunan usang dijadikan sarang pemberontak. Operasi penghapusan pun direncana. Tatkala bangunan itu hampir diletupkan, ada gelandangan melintasinya. Tapi, ia mungkin bersenjata. Persetankan, dan kedua-duanya ranap.

CERITA TIGA

Hari terlihat damai untuk seorang ayah. Langsung, tiga orang anaknya dibawa bersiar-siar menaiki kereta. Dalam perjalanan, mereka diserang. Dek cemas, sang ayah menyuruh anak-anaknya berlindung, meniarap. Sayang, mereka lebih dulu dibedil lalu tewas.

KOMENTAR

Dua daripada tiga cerita ini dirakam secara visual. Kita terhenyak menontonnya. Dalam momen perang dan penjajahan, nyawa barangkali senilai dengan sampah yang tak terpandang. "Everything is fair," itu muluk sekali. Tapi takkan mungkin meski "in love and war."

Ahad, Disember 09, 2012

Mimpi II

Ada sebuah anekdot menggugah dari negeri jauh; tentang kematian. Di medan tempurnya, soldadu bersiap untuk mati, demi hidup baru yang menurut mereka, surgawi.

Perang pun pecah, dan memang benar, ketumbukan musuh gentar. "Kami bertempur," begitu mereka berteriak dalam ketakutan, "untuk terus hidup, bukan untuk mati."

Itu memang paradoks yang tak terelak. Oleh seorang commentator, ia menulis bahawa itu tanda bahawa hidup ini tak bahagia kerana kita harus mati untuk jadi bererti.

Teror, atau al-amaliyah istisyihadiyah itu adalah hal kompleks yang tak terjelaskan. Tapi mungkinkah kita tahu bila waktunya bahawa hidup bukan lagi sebuah harapan?

Khamis, Disember 06, 2012

Habibie

B.J. Habibie barangkali turut akan dikenang dengan cela dan nista. Dalam periode kepresidenannya yang cukup singkat, tentunya banyak hal yang tak terselesaikan. Tapi, adakah kerana unfinished business itu, sosoknya sah untuk dicalarkan?
 
Pabila ditanya bagaimana mungkin ia melakukan perubahan asasi yang sangat fundamental pasca Soeharto, jawabnya pendek -- conscience. Ia mundur dengan senyum hangat dan kepala yang tak tertunduk. Orang bicara, ia tewas.
 
Kita tentunya akan mati, dan disemadi dengan hal-hal yang tak selesai. Begitu pun, agaknya dhamir akan damai manakala tahu yang "tewas" dan "tak selesai" itu tak lah semestinya tanda kekalahan, tapi juga adalah jejak kemenangan.

Isnin, Disember 03, 2012

Mimpi I

Manakala menekuni nestapa Palestina, kita jadi sedar bahawa ia bukan pertentangan sisi hitam dan putih. Ertinya, ia tak semata konflik Islam menentang Zionis.

Dan kita juga tak dihidang dengan jawapan tuntas bagaimana hal ini nantinya akan berakhir. Apa yang jelas, terlalu banyak faktor yang perlu dirungkai dan diperkirakan.

Buat kesekian kalinya, saya kembali mengutip pesanan Edward Said;

As Palestinian, I think we can say that we have left a vision and a society that has survived every attempt to kill it. And that is something. It is for the generation of my children and yours to go on from there, critically, rationally, with hope and forbearance.

Palestina yang merdeka agaknya adalah mimpi yang belum tergapai. Seperti lagu-nya John Lennon, "you may say I'm a dreamer," tapi kita tahu, "but I'm not the only one."

Rentas

Saya selalu bingung, juga tertanya-tanya, sama ada perhatian kita terhadap isu-isu kezaliman dan penindasan bersifat memihak atau punya pengertian yang luas.

Adakah dhamir kita memilih untuk berpaut kepada sentimen agama, politik, dsb; atau ia merentas kesemua itu demi nilai keadilan adalah persoalan yang tak terjawab.

Edward Said akhirnya mengembalikan perspektif, dan ia menyindir hal itu sebagai versatile conscience, suatu sikap tercela kerana gagal berjujur serta berpendirian.

Itu pintanya -- Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tiba'ah!

Ahad, Disember 02, 2012

Transisi

Sabtu, Disember 01, 2012

Mithaq

Catatan untuk Akmal Rahimi, Hazimi Zulkifli, dan Ku Nor Fadilah; inner circle yang telah dan bakal menyinsing fajar baru dalam hidup.

***

Pak Natsir lewat kitabnya yang masyhur, Fiqhud Da'wah, mengingatkan kita kepada pesan Qur'ani bahawa perkahwinan adalah mithaqan ghaliza -- sebuah janji yang utuh.

Hal ini, atau setepatnya istilah itu, lazimnya hanya terpakai kepada perkara yang cukup penting. Misalnya, ia dinisbahkan kepada janji Tuhan dengan nabi atau janji antara kaum.

Dalam kaitan ini lah, agama memaknakan ikatan setia uda dan dara. Lewat pemilihan kata itu juga, kita diilhami serta terkesan dengan penegasan kepentingan dan tanggungjawab.

Cukup lah sekadar itu, sebuah ingatan yang mungkin tak perlu. Saya hanya akan berkonotasi condescending bicara dengan kalian yang tentunya sudah pun lebih faqih dan matang.

Muga dikurniakan limpahan rasa bahagia dan ketenangan. Mabruk!

Durhaka

Kian lama kita mati dalam setia;
kali ini kita hidup dalam durhaka!
-Kassim Ahmad